Rabu, 23 Maret 2011

KOMODO

Komodo, atau yang selengkapnya disebut biawak komodo (Varanus komodoensis), adalah spesies kadalterbesar di dunia yang hidup di pulauKomodo, Rinca, Flores, Gili Motang, dan Gili Dasami di Nusa Tenggara. Biawak ini oleh penduduk asli pulau Komodo juga disebut dengan nama setempat ora.
Termasuk anggota famili biawakVaranidae, dan klad Toxicofera, komodo merupakan kadal terbesar di dunia, dengan rata-rata panjang 2-3 m. Ukurannya yang besar ini berhubungan dengan gejalagigantisme pulau, yakni kecenderungan meraksasanya tubuh hewan-hewan tertentu yang hidup di pulau kecil terkait dengan tidak adanya mamalia karnivora di pulau tempat hidup komodo, dan laju metabolisme komodo yang kecil.[4][5] Karena besar tubuhnya, kadal ini menduduki posisi predator puncak yang mendominasiekosistem tempatnya hidup.
Komodo ditemukan oleh peneliti barat tahun 1910. Tubuhnya yang besar dan reputasinya yang mengerikan membuat mereka populer di kebun binatang. Habitat komodo di alam bebas telah menyusut akibat aktivitas manusia dan karenanyaIUCN memasukkan komodo sebagai spesies yang rentan terhadap kepunahan. Biawak besar ini kini dilindungi di bawah peraturan pemerintah Indonesia dan sebuah taman nasional, yaitu Taman Nasional Komodo, didirikan untuk melindungi mereka.

Penemuan

Komodo pertama kali didokumentasikan oleh orang Eropa pada tahun 1910. Namanya meluas setelah tahun 1912, ketika Peter Ouwens, direktur Museum Zoologi di Bogor, menerbitkan paper tentang komodo setelah menerima foto dan kulit reptil ini. Nantinya, komodo adalah faktor pendorong dilakukannya ekspedisi ke pulau Komodo oleh W. Douglas Burden pada tahun 1926. Setelah kembali dengan 12 spesimen yang diawetkan dan 2 ekor komodo hidup, ekspedisi ini memberikan inspirasi untuk film King Kong tahun 1933. W. Douglas Burden adalah orang yang pertama memberikan nama "Komodo dragon" kepada hewan ini. Tiga dari spesimen komodo yang diperolehnya dibentuk kembali menjadi hewan pajangan dan hingga kini masih disimpan di Museum Sejarah Alam Amerika.
Anatomi dan morfologi


Kulit komodo.
Di alam bebas, komodo dewasa biasanya memiliki massa sekitar 70 kilogram, namun komodo yang dipelihara di penangkaran sering memiliki bobot tubuh yang lebih besar. Spesimen liar terbesar yang pernah ada memiliki panjang sebesar 3.13 meter dan berat sekitar 166 kilogram, termasuk berat makanan yang belum dicerna di dalam perutnya. Meski komodo tercatat sebagai kadal terbesar yang masih hidup, namun bukan yang terpanjang. Reputasi ini dipegang oleh biawak Papua (Varanus salvadorii). Komodo memiliki ekor yang sama panjang dengan tubuhnya, dan sekitar 60 buah gigi yang bergerigi tajam sepanjang sekitar 2.5 cm, yang kerap diganti. Air liur komodo sering kali bercampur sedikit darah karena giginya hampir seluruhnya dilapisi jaringan gingiva dan jaringan ini tercabik selama makan.[11] Kondisi ini menciptakan lingkungan pertumbuhan yang ideal untukbakteri mematikan yang hidup di mulut mereka. Komodo memiliki lidah yang panjang, berwarna kuning dan bercabang. Komodo jantan lebih besar daripada komodo betina, dengan warna kulit dari abu-abu gelap sampai merah batu bata, sementara komodo betina lebih berwarna hijau buah zaitun, dan memiliki potongan kecil kuning pada tenggorokannya. Komodo muda lebih berwarna, dengan warna kuning, hijau dan putih pada latar belakang hitam.



FISIOLOGI



Komodo yang berjemur.
Komodo tak memiliki indera pendengaran, meski memiliki lubang telinga. Biawak ini mampu melihat hingga sejauh 300 m, namun karena retinanya hanya memilikisel kerucut, hewan ini agaknya tak begitu baik melihat di kegelapan malam. Komodo mampu membedakan warna namun tidak seberapa mampu membedakan obyek yang tak bergerak. Komodo menggunakan lidahnya untuk mendeteksi rasa dan mencium stimuli, seperti reptil lainnya, dengan indera vomeronasalmemanfaatkan organ Jacobson, suatu kemampuan yang dapat membantu navigasi pada saat gelap. Dengan bantuan angin dan kebiasaannya menelengkan kepalanya ke kanan dan ke kiri ketika berjalan, komodo dapat mendeteksi keberadaan daging bangkai sejauh 4—9.5 kilometer.[11] Lubang hidung komodo bukan merupakan alat penciuman yang baik karena mereka tidak memiliki sekat rongga badan. Hewan ini tidak memiliki indra perasa di lidahnya, hanya ada sedikit ujung-ujung saraf perasa di bagian belakang tenggorokan.
Sisik-sisik komodo, beberapa di antaranya diperkuat dengan tulang, memiliki sensor yang terhubung dengan saraf yang memfasilitasi rangsang sentuhan. Sisik-sisik di sekitar telinga, bibir, dagu dan tapak kaki memiliki tiga sensor rangsangan atau lebih.
Komodo pernah dianggap tuli ketika penelitian mendapatkan bahwa bisikan, suara yang meningkat dan teriakan ternyata tidak mengakibatkan agitasi (gangguan) pada komodo liar. Hal ini terbantah kemudian ketika karyawan Kebun Binatang London ZSL, Joan Proctor melatih biawak untuk keluar makan dengan suaranya, bahkan juga ketika ia tidak terlihat oleh si biawak.



EKOLOGI, PERILAKU DAN CARA HIDUP


Kaki dan ekor komodo.
Komodo secara alami hanya ditemui di Indonesia, di pulau Komodo, Flores dan Rinca dan beberapa pulau lainnya di Nusa Tenggara. Hidup di padang rumput kering terbuka, sabana dan hutan tropis pada ketinggian rendah, biawak ini menyukai tempat panas dan kering ini. Mereka aktif pada siang hari, walaupun kadang-kadang aktif juga pada malam hari. Komodo adalah binatang yang penyendiri, berkumpul bersama hanya pada saat makan dan berkembang biak. Reptil besar ini dapat berlari cepat hingga 20 kilometer per jam pada jarak yang pendek; berenang dengan sangat baik dan mampu menyelam sedalam 4.5 meter; serta pandai memanjat pohon menggunakan cakar mereka yang kuat. Untuk menangkap mangsa yang berada di luar jangkauannya, komodo dapat berdiri dengan kaki belakangnya dan menggunakan ekornya sebagai penunjang. Dengan bertambahnya umur, komodo lebih menggunakan cakarnya sebagai senjata, karena ukuran tubuhnya yang besar menyulitkannya memanjat pohon.
Untuk tempat berlindung, komodo menggali lubang selebar 1–3 meter dengan tungkai depan dan cakarnya yang kuat. Karena besar tubuhnya dan kebiasaan tidur di dalam lubang, komodo dapat menjaga panas tubuhnya selama malam hari dan mengurangi waktu berjemur pada pagi selanjutnya.





Komodo umumnya berburu pada siang hingga sore hari, tetapi tetap berteduh selama bagian hari yang terpanas. Tempat-tempat sembunyi komodo ini biasanya berada di daerah gumuk atau perbukitan dengan semilir angin laut, terbuka darivegetasi, dan di sana-sini berserak kotoran hewan penghuninya. Tempat ini umumnya juga merupakan lokasi yang strategis untuk menyergap rusa.

Bisa dan bakteri

Pada akhir 2005, peneliti dari Universitas Melbourne, Australia, menyimpulkan bahwa biawak Perentie (Varanus giganteus) dan biawak-biawak lainnya, serta kadal-kadal dari suku Agamidae, kemungkinan memiliki semacam bisa. Selama ini diketahui bahwa luka-luka akibat gigitan hewan-hewan ini sangat rawan infeksikarena adanya bakteria yang hidup di mulut kadal-kadal ini, akan tetapi para peneliti ini menunjukkan bahwa efek langsung yang muncul pada luka-luka gigitan itu disebabkan oleh masuknya bisa berkekuatan menengah. Para peneliti ini telah mengamati luka-luka di tangan manusia akibat gigitan biawak Varanus varius, V. scalaris dan komodo, dan semuanya memperlihatkan reaksi yang serupa: bengkak secara cepat dalam beberapa menit, gangguan lokal dalam pembekuan darah, rasa sakit yang mencekam hingga ke siku, dengan beberapa gejala yang bertahan hingga beberapa jam kemudian. Sebuah kelenjar yang berisi bisa yang amat beracun telah berhasil diambil dari mulut seekor komodo di Kebun Binatang Singapura, dan meyakinkan para peneliti akan kandungan bisa yang dipunyai komodo.
Di samping mengandung bisa, air liur komodo juga memiliki aneka bakterimematikan di dalamnya; lebih dari 28 bakteri Gram-negatif dan 29 Gram-positiftelah diisolasi dari air liur ini. Bakteri-bakteri tersebut menyebabkan septikemiapada korbannya; jika gigitan komodo tidak langsung membunuh mangsa dan mangsa itu dapat melarikan diri, umumnya mangsa yang sial ini akan mati dalam waktu satu minggu akibat infeksi. Bakteri yang paling mematikan di air liur komodo agaknya adalah bakteri Pasteurella multocida yang sangat mematikan; diketahui melalui percobaan dengan tikus laboratorium. Karena komodo nampaknya kebal terhadap mikrobanya sendiri, banyak penelitian dilakukan untuk mencari molekul antibakteri dengan harapan dapat digunakan untuk pengobatan manusia.

Reproduksi


Pada gambar ini, ekor dan cakar komodo dapat terlihat dengan jelas.

Komodo yang tidur. Perhatikan kukunya yang besar. Kukunya digunakan untuk bertempur dan makan.
Musim kawin terjadi antara bulan Mei dan Agustus, dan telur komodo diletakkan pada bulan September. Selama periode ini, komodo jantan bertempur untuk mempertahankan betina dan teritorinya dengan cara "bergulat" dengan jantan lainnya sambil berdiri di atas kaki belakangnya. Komodo yang kalah akan terjatuh dan "terkunci" ke tanah. Kedua komodo jantan itu dapat muntah atau buang air besar ketika bersiap untuk bertempur. Pemenang pertarungan akan menjentikkan lidah panjangnya pada tubuh si betina untuk melihat penerimaan sang betina. Komodo betina bersifat antagonis dan melawan dengan gigi dan cakar mereka selama awal fase berpasangan. Selanjutnya, jantan harus sepenuhnya mengendalikan betina selama bersetubuh agar tidak terluka. Perilaku lain yang diperlihatkan selama proses ini adalah jantan menggosokkan dagu mereka pada si betina, garukan keras di atas punggung dan menjilat. Kopulasi terjadi ketika jantan memasukan salah satu hemipenisnya ke kloaka betina. Komodo dapat bersifatmonogamus dan membentuk "pasangan," suatu sifat yang langka untuk kadal.
Betina akan meletakkan telurnya di lubang tanah, mengorek tebing bukit atau gundukan sarang burung gosong berkaki-jingga yang telah ditinggalkan. Komodo lebih suka menyimpan telur-telurnya di sarang yang telah ditinggalkan. Sebuah sarang komodo rata-rata berisi 20 telur yang akan menetas setelah 7–8 bulan. Betina berbaring di atas telur-telur itu untuk mengerami dan melindunginya sampai menetas di sekitar bulan April, pada akhir musim hujan ketika terdapat sangat banyak serangga.
Proses penetasan adalah usaha melelahkan untuk anak komodo, yang keluar dari cangkang telur setelah menyobeknya dengan gigi telur yang akan tanggal setelah pekerjaan berat ini selesai. Setelah berhasil menyobek kulit telur, bayi komodo dapat berbaring di cangkang telur mereka untuk beberapa jam sebelum memulai menggali keluar sarang mereka. Ketika menetas, bayi-bayi ini tak seberapa berdaya dan dapat dimangsa oleh predator.
Komodo muda menghabiskan tahun-tahun pertamanya di atas pohon, tempat mereka relatif aman dari predator, termasuk dari komodo dewasa yang kanibal, yang sekitar 10% dari makanannya adalah biawak-biawak muda yang berhasil diburu.] Komodo membutuhkan tiga sampai lima tahun untuk menjadi dewasa, dan dapat hidup lebih dari 50 tahun.
Di samping proses reproduksi yang normal, terdapat beberapa contoh kasus komodo betina menghasilkan anak tanpa kehadiran pejantan (partenogenesis), fenomena yang juga diketahui muncul pada beberapa spesies reptil lainnya seperti pada Cnemidophorus.
READ MORE - KOMODO

Harimau Sumatera Semakin Langka

latin disebut Panthera tigris sumatrae merupakan satu dari lima subspisies harimau (Panthera tigris) di dunia yang masih bertahan hidup. Harimau Sumatera termasuk satwa langka yang juga merupakan satu-satunya sub-spisies harimau yang masih dipunyai Indonesia setelah dua saudaranya Harimau Bali (Panthera tigris balica) dan Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) dinyatakan punah.
Hewan dari filum Chordata ini hanya dapat diketemukan di Pulau Sumatera, Indonesia. Populasinya di alam liar diperkirakan tinggal 400–500 ekor. Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) semakin langka dan dikategorikan sebagai satwa yang terancam punah.
Asal usul
Harimau dipercaya merupakan keturunan hewan pemangsa zaman purba yang dikenal sebagai MiacidsMiacids hidup pada akhir zaman Cretaceous kira-kira 70-65 juta tahun yang lalu semasa zaman dinosaurus di Asia Barat (Andrew Kitchener, “The Natural History of Wild Cats”).  Harimau kemudian berkembang di kawasan timur Asia di China dan Siberia sebelum berpecah dua, salah satunya bergerak ke arah hutan Asia Tengah di barat dan barat daya menjadi harimau Caspian. Sebagian lagi bergerak dari Asia Tengah ke arah kawasan pergunungan barat, dan seterusnya ke Asia tenggara dan kepulauan Indonesia,  sebagiannya lagi terus bergerak ke barat hingga ke India (Hemmer,1987).
Harimau Sumatera dipercaya terasing ketika permukaan air laut meningkat pada 6.000 hingga 12.000 tahun silam. Uji genetik mutakhir telah mengungkapkan tanda-tanda genetik yang unik, yang menandakan bahwa subspesies ini mempunyai ciri-ciri yang berbeda dengan subspisies harimau lainnya dan sangat mungkin berkembang menjadi spesies terpisah, bila berhasil lestari.
Perlu diketahui, terdapat 9 subspesies harimau yang tiga diantaranya telah dinyatakan punah. Kesembilan subspisies harimau tersebut adalah:
  1. Harimau Indochina (Panthera tigris corbetti) terdapat di Malaysia, Kamboja, China, Laos, Myanmar, Thailand, dan Vietnam.
  2. Harimau Bengal (Panthera tigris tigris) Bangladesh, Bhutan, China, India, dan Nepal.
  3. Harimau Cina Selatan (Panthera tigris amoyensis) China.
  4. Harimau Siberia (Panthera tigris altaica) dikenal juga sebagai Amur, Ussuri, Harimau Timur Laut China, atau harimau Manchuria. Terdapat di China, Korea Utara, dan Asia Tengah di Rusia.
  5. Harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae) terdapat hanya di pulau Sumatera, Indonesia.
  6. Harimau Malaya (Panthera tigris jacksoni) terdapat di semenanjung Malaysia.
  7. Harimau Caspian (Panthera tigris virgata) telah punah sekitar tahun 1950an. Harimau Caspian ini terdapat di Afganistan, Iran, Mongolia, Turki, dan Rusia.
  8. Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) telah punah sekitar tahun 1972. Harimau Jawa terdapat di pulau Jawa, Indonesia.
  9. Harimau Bali (Panthera tigris balica) yang telah punah sekitar tahun 1937. Harimau Bali terdapat di pulau Bali,  Indonesia.
Ciri-ciri dan Habitat
Harimau Sumatra adalah subspesies harimau terkecil. Harimau Sumatera mempunyai warna paling gelap diantara semua subspesies harimau lainnya, pola hitamnya berukuran lebar dan jaraknya rapat bahkan terkadang dempet.
Harimau-Sumatera2Harimau Sumatra jantan memiliki panjang rata-rata 92 inci dari kepala hingga ke ekor dengan berat 300 pound. Betinanya rata-rata memiliki panjang 78 inci dan berat 200 pound. Belang harimau sumatra lebih tipis daripada subspesies harimau lain. Subspesies ini juga punya lebih banyak janggut serta surai dibandingkan subspesies lain, terutama harimau jantan.
Ukurannya yang kecil memudahkannya menjelajahi rimba. Terdapat selaput di sela-sela jarinya yang menjadikan mereka mampu berenang cepat. Harimau ini diketahui menyudutkan mangsanya ke air, terutama bila binatang buruan tersebut lambat berenang. Bulunya berubah warna menjadi hijau gelap ketika melahirkan.
Harimau Sumatra hanya ditemukan di pulau Sumatra. Kucing langka ini mampu hidup di manapun, dari hutan dataran rendah sampai hutan pegunungan, dan tinggal di banyak tempat yang tak terlindungi.
Makanan harimau sumatra tergantung tempat tinggalnya dan seberapa berlimpah mangsanya. Harimau sumatra merupakan hewan soliter yang berburu di malam hari. Kucing ini mengintai mangsanya dengan sabar sebelum menyerang dari belakang atau samping. Mereka memakan apapun yang dapat ditangkap, umumnya celeng dan rusa, dan terkadang unggas,ikan, dan Orangutan. Menurut penduduk setempat harimau sumatra juga gemar makan durian.
Harimau Sumatera juga mampu berenang dan memanjat pohon ketika memburu mangsa. Luas kawasan perburuan harimau Sumatera tidak diketahui dengan tepat, tetapi diperkirakan bahwa 4-5 ekor harimau Sumatera dewasa memerlukan kawasan jelajah seluas 100 kilometer.
Konservasi
Hingga sekarang diperkirakan hanya tersisa 400-500 ekor Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang masih bertahan di alam bebas. Selain itu terdapat sedikitnya 250 ekor Harimau Sumatera yang dipelihara di berbagai kebun binatang di seluruh penjuru dunia.
Pengrusakan habitat adalah ancaman terbesar terhadap populasi harimau sumatera saat ini. Pembalakan hutan tetap berlangsung bahkan di taman nasional yang seharusnya dilindungi. Tercatat 66 ekor harimau terbunuh antara tahun 1998 hingga 2000.
Dalam upaya penyelamatan harimau Sumatera dari kepunahan, Taman Safari Indonesia ditunjuk oleh 20 kebun binatang di dunia sebagai Pusat Penangkaran Harimau Sumatera,studbook keeper dan tempat penyimpanan sperma (Genome Rescue Bank) untuk harimau Sumatera.
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Animalia; Filum: Chordata; Kelas: Mammalia; Ordo: Carnivora; Famili:Felidae; Genus: Panthera; Spesies: Panthera tigris; Upaspesies: Panthera tigris sumatrae. Nama trinomial: Panthera tigris sumatrae (Pocock, 1929).

Sumber: www.lablink.or.id/Satwa/stw-harimau.htm; www.geocities.com/harimau_yosri/HaiwanHarimauSumatra.htm
Foto: www.lablink.or.id
READ MORE - Harimau Sumatera Semakin Langka

HARIMAU JAWA

Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica), yang ukuran tubuhnya berada di antara ukuran tubuh subjenis harimau Sumatera dan harimau Bali, bertahan sedikit lebih lama. Pada tahun 1850-an, harimau Jawa dianggap sebagai 'gangguan' dijavan tiger beberapa daerah perkotaan dan pada tahun 1872 hadiah yang diberikan bagi sebuah kepala harimau yang terbunuh di Tegal, Jawa Tengah, adalah sekitar 3.000 gulden. Waktu itu ada beberapa lusin harimau dibunuh dalam usaha memperoleh hadiah tersebut.
Bahkan sampai abad ini harimau Jawa bukan tidak biasa ditemui dan meminta korban ratusan jiwa manusia setiap tahunnya, namun penduduk tidak mau memerangi harimau ini, karena jika mereka melakukannya, berdasarkan pengalaman, akan menyebabkan rusaknya tanaman mereka oleh serbuan kawanan babi. Meskipun demikian, seorang pemburu ulung Ledeboer mengaku telah menembak 100 ekor harimau antara tahun 1910 dan 1940. Selain itu keadaan menyedihkan yang dialami harimau ini tidak didukung oleh adanya permintaan terus-menerus dari pembuat topeng merak dan harimau Singabarong yang digunakan dalam pertunjukan tari tradisional reog ponorogo di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Sampai tahun 1940 harimau sering terlihat dan ditembak di bagian selatan Jawa Barat, dan kadang-kadang beberapa ekor mencapai daerah Subang dan Cibadak. Populasi ini kemudian merosot dan mendekati pertengahan tahun 1960-an, harimau Jawa hanya ditemukan di suaka alam Ujung Kulon, Leuweung Sancang, Baluran dan Meru Betiri.
Perlawanan perjuangan rakyat pada waktu itu menyebabkan kelompok-kelompok penduduk bersenjata mencari perlindungan di berbagai kawasan tersebut. Harimau mati karena tidak tahan terhadap serangan anthrax atau karena menipisnya populasi rusa.
Tidak satu pun kawasan hutan yang tersisa di jawa pada pertengahan abad ini merupakan habitat utama harimau dan hutan ini semakin lama semakin terpenggal-penggal. Jelas bahwa kepunahan harimau Jawa terjadi karena ruang gerak tidak tersedia lagi. Kesimpulan yang sama berlaku juga bagi harimau Bali, tetapi diperburuk ketika beberapa harimau yang masih tersisa dipromosikan sebagai sasaran olah raga berburu pada tahun 1930-an.
Berbagai survai yang dilakukan oleh PHPA dan World Wide Fund for Nature pada tahun 1976, menegaskan bahwa ada tiga ekor harimau di Taman Nasional Meru Betiri, tetapi tidak ditemukan bukti-bukti adanya perkembangbiakan. Binatang-binatang ini tidak membatasi kegiatannya hanya di dalam taman, namun mereka juga tidak menggunakan seluruh kawasan berhutan yang tersedia.
Pada tahun 1979 tiga ekor harimau masih tersisa. Presiden Soeharto menekankan kebutuhan untuk melindungi harimau tersebut, namun usaha ini memerlukan relokasi 5.000 buruh perkebunan. Beberapa politikus menganggap tindakan untuk menyelamatkan beberapa ekor harimau ini terlalu berlebihan, sehingga usaha konservasinya menjadi terhambat.
Berbagai instruksi yang diperlukan untuk melindungi harimau akhirnya dikeluarkan, namun tidak pemah benar-benar dilakukan sehingga pada pertengahan tahun 1980-an harimau Jawa tidak lebih dari sekedar simbol bagi divisi tentara Siliwangi dijawa Barat, binatang buruan ini tidak ditemukan oleh mahasiswa peserta berbagai ekspedisi, dan hanya simbol dorongan hati manusia.
Meskipun Meru Betiri merupakan tempat perlindungan terakhir bagi harimau, sebenarnya bukan merupakan habitat khusus yang tepat bagi harimau, dan secara alami harimau tidak akan hidup dalam kepadatan yang sangat tinggi, karena dataran alluvial yang lebih rendah yang menyediakan populasi mangsa besar terutama rusa telah diubah menjadi perkebunan, segera sesudah Perang Dunia II .
Laporan saksi mata dan jejak -jejak harimau dilaporkan ditemukan pada tahun 1979 di lereng Gn. Slamet bagian selatan yang berhutan, namun karena tidak ada pengamatan ulang semenjak itu, tampaknya tidak ada harapan harimau tersebut dapat bertahan hidup.
Menetapkan waktu kepunahan binatang yang secara metafisik memegang peranan penting seperti harimau, sulit dilakukan karena penduduk mempunyai kesan yang melekat erat tentang harimau , tidak mengherankan jika kadang-kadang laporan mengenai harimau tunggal yang terpencil muncul di berbagai surat kabar, tetapi hampir pasti apa yang diberitakan itu adalah macan kumbang Panthera pardus yang lebih mudah menyesuaikan diri , yang nama lokalnya sangat mirip.
Meskipun tidak pernah diumumkan secara resmi, seseorang dapat menyatakan, tanpa merasa takut akan munculnya pertentangan pendapat, bahwa harimau Jawa telah punah. Bukti-bukti kuat tentang keberadaannya tidak mungkin ditunjukkan sejak 15 tahun terakhir, meskipun banyak ekspedisi yang telah dilakukan. Luas Taman Nasional Meru Betiri hanya 50 km2, kawasan seluas ini secara normal dihuni enam atau tujuh ekor harimau betina dan tiga ekor harimau jantan. Jumlah yang sedikit lebih banyak dapat dipaksakan menghuni kawasan tersebut jika harimau-harimau itu memangsa binatang ternak di sekitar Taman Nasional.
Laporan baru mengenai kematian binatang ternak yang disebabkan oleh harimau tidak ada, dan bertambahnya kepadatan harimau akan melebihi daya dukung.Jika masih ada satu atau dua ekor yang tersisa, harimau Jawa secara esensial tetap punah, terutama ditinjau dari segi ekologi dan evolusi. Kondisi mengerikan yang dialami saudara sepupunya di Sumatera. Jaringan para pemburu dan petugas dalam pengumpulan kulitnya, menjadi peringatan bahwa memburu seekor harimau bukan merupakan hal yang sulit, ikatkan seekor kambing lapar yang mengembik-embik pada sebatang pohon di tengah hutan dan dalam beberapa hari binatang buruan anda akan datang.
Sulit dipercaya jika pada waktu yang telah lalu orang tidak datang untuk mengambil spesimen yang terakhir, mengingat jutaan penduduk yang dengan mudah dapat mencapai Taman Nasional Meru Betiri, publisitas besar besaran yang menyatakan Taman Nasional ini sebagai "tempat perlindungan terakhir 'harimau' di jawa", tidak efektifnya sistem penjagaan, tingginya harga kulit harimau untuk membuat topeng Singabarong dalam jumlah besar untuk reog ponorogo, dan nilai bagian-bagian tubuh lainnya bagi pengobatan dan tingginya uang yang ditawarkan.
Status Harimau Jawa dan Harimau Bali dinyatakan sudah punah. Habitat terakhir Harimau Jawa di Suaka Alam Ujung Kulon, Leuweng Sancang, Taman Nasional Baluran, Taman Nasional Meru Betiri dan Gunung Slamet bagian selatan.
Yang menjadi penyebab kepunahan adalah semakin sempit habitatnya, semakin jarang binatang mangsa seperti rusa, dan diburu untuk dijual atau sekedar olahraga berburu.
Harimau memakam mamalia besar seperti rusa, babi hutan, kerbau  dan juga binatang kecil seperti  monyet, burung, reptilia dll. Dahulu kadang kala memangsa ternak penduduk, seperti sapi, kambing, ayam, bebek.
Harimau jawa kini telah punah dan hanya meninggalkan cerita mistis yang masih menjadi legenda di masyarakat jawa.
Masyarakat sangat takut dan menghormati harimau sehingga menyebutnya dengan "eyang, mbah atau kakek/nenek." Agar selamat taring, kuku, atau potongan kulit harimau sering dijadikan jimat.
Salah satu kisah misterinya adalah perwujudan harimau jadi-jadian. Seseorang yang memiliki ilmu harimau yang sempurna diyakini bisa berubah ujud menjadi harimau. Tingkatan ilmunya mulai dari cakar harimau, selanjutnya meningkat ilmunya menjadi lompatan harimau. Semakin tinggi ilmunya bagian tubuh mulai bisa berubah menjadi harimau.
Dikisahkan seseorang yang sangat sakti selalu diikuti oleh harimau, konon harimau ini hanya bisa terlihat secara gaib. Cerita penampakan Prabu Siliwangi selalu ditandai dengan hadirnya seekor harimau di samping beliau.
Beberapa pendaki gunung di tahun 90an hingga awal 2000, bercerita pernah berjumpa atau didatangi harimau jawa ketika sedang beristirahat, berkemah atau sedang membuat api unggun.
Diantaranya di gn. Semeru ketika sedang tidur merebahkan diri di atas rumput seorang pendaki ditemani seekor harimau yang tidur di sampingnya.
Di gunung Ciremei pendaki yang bermalam ketika membuka tenda dikagetkan oleh seekor harimau yang berdiri di depan tenda.
Di gunung Lawu awal tahun 2000an beberapa pendaki mendengarkan auman harimau yang bergema sangat keras.
Di gunung Arjuna-Welirang ketika sedang membuka jalur, beberapa penambang belerang yang sedang beristirahat didatangi seekor harimau yang mematikan api unggun mereka dengan ekornya.
Penelitian oleh sekelompok Pecinta Alam pada tahun 2005 di gunung ungaran juga mendapatkan bukti berupa gua sarang harimau di lereng terjal yang penuh dengan goresan cakar harimau pada batu di dasar pintu masuk gua.
Meskipun dinyatakan punah namun harimau jawa masih sering menampakkan diri di hadapan para pendaki gunung. Atau bisa jadi ada kekeliruan persepsi antara harimau jawa dengan macan tutul.

READ MORE - HARIMAU JAWA